Borneo Kalbar

Menilik Keindahan dan Makna Filosofis Baju Maram dan Sirat Panget Mualang

Baju Maram dan Sirat Panget Mualang, pakaian tradisional khas suku Mualang yang sarat akan filosofi dan keindahan. (Foto:ist)
Sekadau Kalbar, Borneokalbar.com – Kabupaten Sekadau terus melestarikan kekayaan budaya lokalnya melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda). Salah satu warisan yang dikenalkan adalah Baju Maram dan Sirat Panget Mualang, pakaian tradisional khas suku Mualang yang sarat akan filosofi dan keindahan.


Menurut Drs. Arsenius Meningan dan istrinya, Hendrika L., yang juga pemilik koleksi Baju Maram dan Sirat Panget Mualang, motif-motif pada pakaian adat ini mengandung simbol-simbol mendalam.

Pada baju pengantin laki-laki, motif Kulit Maram (kulit asam payak) yang berwarna merah dan kuning melambangkan daya tarik dan pemikat, mencerminkan ketertarikan seorang gadis terhadap pemuda. Motif lainnya, seperti Cengkok Kelindang (pakis) dan Kaki Kodok (Raung Berapung), merepresentasikan kedekatan dengan alam serta kesejukan hidup.

Tidak hanya itu, aksesoris seperti ikat kepala (tengkulas) dan gelang kayu (tengkelai) melengkapi pakaian ini, menunjukkan keperkasaan dan status pemakainya.

Bagian bawah pakaian disebut Sirat Panget, berupa celana panjang dengan lilitan di pinggul dan dihiasi rumbai-rumbai. Motif pada Sirat Panget serupa dengan pakaian atasnya, seperti Raung Berapung yang melambangkan ketangkasan dan Jengkung Kelindang yang mencerminkan kesejukan alam.

Pada bagian pinggang, terdapat logam perak yang menandakan derajat atau status pemakainya. Pakaian ini sering digunakan dalam pertunjukan seni seperti tari pedang dan silat, karena desainnya mendukung kelincahan gerak.

Keistimewaan lainnya, kain Baju Maram ditenun oleh Moyang Perua (Cuit) pada tahun 1880 saat ia masih gadis. Moyang Perua, yang wafat pada tahun 1960, meninggalkan warisan berharga ini yang kini menjadi kebanggaan masyarakat Mualang.

Tinggalkan Komentar

Back Next